Jumat, 24 Juli 2015

Malas, tapi tidak tega

Aku ini pemalas nomor satu, tapi tidak tegaan. Tidak seperti mama dan kakakku.

Aku malas memasak, tapi tidak tega bila yang kusayangi kelaparan.
Aku malas mencuci, tapi tidak tega bila yang kusayangi berbaju bau.
Aku malas menyetrika, tapi tidak tega bila yang kusayangi berbaju kusut.
Aku malas berdandan cantik, tapi tidak tega bila yang kusayangi harus melihat yang tak indah.
Masih banyak hal yang membuatku malas, tapi tetap kulakukan.
Bukan karena aku ingin dibilang rajin olehmu, tapi aku tidak tega.

Mungkin, mama kita dulu seperti itu.
Malas bangun tengah malam karena tangisan kita, tapi tidak tega melihat kita kelaparan atau kedinginan karena ompol.

Jadi, kupikir aku akan tetap bertahan dalam kemalasan yang disertai besarnya rasa ketidaktegaanku. Meski kadang omelan dan keluhan keluar dari bibirku, tapi akan tetap kulaksanakan.

Tapi... jangan sampai aku malas mencintaimu, namun tidak tega. Sebab cinta karena rasa iba... ah... mengenaskan.

Meta morfillah

Selasa, 21 Juli 2015

Wanita yang kuat dalam hal menanti

Kaulihat wanita itu?
Mungkin aku tak akan sekuat dirinya dalam hal menanti...

Ia menanti bagai bunga matahari
Selalu terpaku pada mataharinya
Meski jauh jarak yang terbentang
Dibisikkannya rindu dan asa pada ilalang yang membentang
Tanpa harap sang matahari akan menyadari perasaannya
Membalas sayang
Meski batinnya kacau karena merindu
Ia tetap melanjutkan hidup
Berjalan demi keseimbangan dunia
Tepatnya, dunianya...
Sebab, ia sadar bahwa dirinya adalah peziarah yang sedang berjalan pulang ke dalam ketiadaan
Maka urusan perasaan, betapa pun pentingnya...
Ia tak besarkan...
Ia tutup rapat rasanya dalam kotak di sudut hati
Ia percaya, Tuhan akan memainkan takdirnya dengan baik.

Kaulihat wanita itu?
Mungkin aku tak akan sekuat dirinya dalam hal menanti...

Meta morfillah

Senin, 20 Juli 2015

Assalammualaikum beijing

Assalammualaikum kekasih hati
Assalammualaikum pendamping diri
Tak pernah kubayangkan
Kautawarkan genggaman
mengobati luka di jiwa

Assalammualaikum cinta sejati
Assalammualaikum penghias mimpi
Dari negeri yang jauh, menelusuri waktu
Kau datang penuhi takdirku

Kasih tak pernah menyerah
Walau ujian datang menyapa
Cinta yang dulu timbulkan luka
Kini pernah berganti cahaya

Assalammualaikum beijing...

***

Dari awal nonton filmnya, langsung jatuh hati sama soundtrack ini. Mudah terbaca di liriknya, bahkan menjelaskan keseluruhan film. Entahlah... ada yang menyeruak di dada saat mendengar lagu ini di kali pertama. Pernah merasa seperti itu terhadap sebuah lagu yang asing? Begitu yakin bahwa akan menyukai lagu ini dalam penggalan mau pun keutuhannya?

Saya mencari-cari dan pada akhirnya dibantu oleh seorang kawan dokter di seberang pulau untuk mendapatkan lagu ini. Butuh lima kali putar untuk hafal dan menuliskan lirik lagu ini. Beginilah... kalau sudah suka, saya putar terus. Bosan? Itu urusan belakangan.

Haha... karakter lelaki di film ini... bikin melting banget. Awalnya sudah sesak nafas saat tahu ada jurang perbedaan iman. Berharap ada hidayah menyentuhnya, lalu saat tersentuh... tokoh wanitanya yang ngedrop. Meski orang melihat banyak kelebihan, tapi wanita itu melihat pada satu kekurangan. Penyakitnya. Mungkin kenaifan tokoh wanitanya yang membuat saya merasa begitu dekat. Seringkali, di hadapan orang yang sangat kita sayangi dan kita harapkan menjadi pendamping, kita merasa begitu jauh dari kata pantas. Bahwa dia terlalu baik untuk disulitkan menerima kekurangan kita. Ah, paradoks wanita. Atau saya saja yang seperti ini?

Well... inilah rasa yang bangkit saat mendengar lagu ini. Enaknya, dalam lagu ini happy ending. Kalau dalam kisah saya, bagaimana ya? Semoga tidak harus jauh-jauh menjemput jodoh ke negeri cina.

"Apa yang bisa diberikan oleh perempuan sepertiku?" (Asma)

"Aku juga takut, Asma. Tapi Cinta romantis ada. Dan tidak butuh fisik yang sempurna untuk miliki kisah cinta sempurna.." (Chungwan)

Meta morfillah

Jumat, 17 Juli 2015

Momen lebaran

Lebaran adalah momen bermaaf-maafan, memperbaiki silahturrahim yang terputus bahkan sempat rusak, dan juga momen menggali kenangan.

Kesempatan besar bagi setiap orang untuk memanfaatkan momen ini. Mantan yang pernah singgah, musuh yang berseteru, anak pada orangtua, bos pada karyawan, dan lainnya. Banyak nomor lama yang hilang, terhapus, atau tak dikenal memenuhi inbox dan notif ponsel. Ada bahagia menyeruak, haru membuncah dan sedan tertahan. Dampaknya pun positif dan negatif. Positifnya, komunikasi kembali terjalin. Negatifnya, ada yang tergoda kembali ke masa lalu, memupuk harapan rapuh bagai istana pasir kembali. Baper, istilahnya. Makanya, hati-hati tetap perlu.

Namanya juga momen... ada pengecut yang tiba-tiba menjadi pemberani. Kalau pun diabaikan, tak masalah, toh hanya sekadar usaha. Kalau pun tak dibalas, ya sudah, awalnya memang tak berharap banyak. Ya inilah momen... baik-baik menyikapi masa lalu demi masa depan.

Hahaa... intinya tetap berhati-hati pada setiap momen. Tak usah dipanjanglebarkan kalau sudah jelas maksudnya modus. Jaga dia dari ketidakmampuanmu menjaga diri.

Selamat lebaran.

Meta morfillah

Kamis, 16 Juli 2015

[Review buku] Biografi intelektual-spiritual Muhammad

Judul: Biografi intelektual-spiritual Muhammad
Penulis: Tariq Ramadan
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Dimensi: 372 hlm, cetakan I Januari 2015
ISBN: 978 602 290 026 9

Sejak lahir hingga wafat, kehidupan nabi dipenuhi beragam peristiwa, situasi, dan pernyataan yang mengandung pelajaran spiritual paling dalam. Memang telah banyak buku serupa ini, namun penulis membuat kita melihat dari sudut pandang berbeda dan baru. Dengan sentuhan emosi, kekaguman, rasa takzim yang penuh dan konsisten menghindari klise penulisan biografi Muhammad, yang umumnya menjelaskan peristiwa yang dialaminya merupakan rentetan keajaiban semata, penulis mengungkap sisi manusiawi Muhammad. Bahwa hidup Muhammad adalah rangkaian kerja keras, kontemplasi, pengorbanan, dan pengambilan keputusan yang sering penuh risiko. Nabi merupakan panutan bukan saja dari sisi kualitas dirinya, melainkan juga dari sisi keraguannya, luka-lukanya, dan terkadang kekeliruan keputusannya yang ditunjukkan oleh wahyu atau para sahabatnya.

Seluruh sisi kehidupan nabi adalah wahana pembaruan dan transformasi, mulai dari detail terkecil hingga peristiwa terbesar. Orang islam yang setia, orang beriman dari agama lain, dan siapa pun yang mempelajari kehidupan Muhammad, tanpa memedulikan keyakinan agamanha, dapat menarik berbagai pelajaran dari kehidupannya sehingga mereka dapat meraih esensi pesannya dan cahaya keimanan darinya.

Kelebihan buku ini, seperti yang saya ungkap sebelumnya... bahwa memberikan sudut pandang baru, tidak melulu tentang keajaiban yang terlihat tanpa upaya karena keistimewaan sebagai seorang rasul tuhan. Melainkan mengupas karakter manusiawi muhammad, sisi intelijensia, emosi, dan spiritualitasnya. Serta beragam pelajaran yang dapat terpetik dari semua kecemerlangan dan keraguan keputusannya. Terasa sangat dekat, sebagaimana diri kita sendiri. Bahwa Muhammad memang seorang manusia, dapat kita jadikan suri teladan. Gaya bahasanya pun ringan, detail dan mudah dicerna bagi siapa pun, termasuk pembaca non muslim.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Revolusi hati ini (Umar bin khattab) merupakan sebuah tanda, dan ia mengajarkan dua hal: tidak ada yang mustahil bagi tuhan, dan kita tidak boleh memberikan penilaian mutlak terhadap sesuatu atau seseorang." (Hlm. 123)

"Pernikahan-pernikahan yang dilakukan nabi terkait dengan kondisi ini: beberapa istrinya berasal dari klan-klan yang telah menjadi keluarga Muhammad sehingga secara otomatis dipandang sebagai sekutunya sendiri. Oleh karena itu, komunitas Islam sendiri tampaknya menjadi semakin kukuh dan tak tertandingi." (Hlm. 280, tentang poligami nabi setelah monogami dengan Khadijah)

"Yang tersimpan dalam hati berada jauh di luar batas pengetahuan manusia. Nabi tahu keberadaan orang-orang munafik di sekitarnya, tapi beliau tidak mengambil tindakan khusus terhadap mereka. Beliau tetap bersikap hati-hati, terkadang waspada, tapi beliau tidak menetapkan keputusan final." (Hlm. 285)

Meta morfillah

Rabu, 15 Juli 2015

Doa

Ya rabb...
Aku tak pandai bertausiyah, tak mampu membimbing kumpulan (tarbiyah).
Tapi aku berharap, semoga melaluiku orang-orang mengenal islam yang baik dan positif.
Melalui keseharianku, menjadi ladang dakwah dan syiarku, bahwa agama islam ini sesuai fitrah manusia, rasulnya adalah suri teladan terbaik yang dikirim sebagai rahmat bagi semesta.

Meski dalam segala niat kebaikan, akan ada pro kontra, tolong ingatkan aku ya rabb... agar tak bosan menjadi orang baik.
Meski kehidupanku terlihat membosankan.
Terlihat melulu berusaha putih.
Agar tak berhenti hanya karena celaan manusia, meski amalan belum sempurna.

Yaa rabb... semoga penciptaanku di atas bumi ini bermanfaat.
Agar Engkau dan orangtuaku tak menyesal telah memilikiku.
Aku mengeja dan mengejar cintaMU, sebab itu aku tak akan pernah selesai berdoa.

Aamiin allahumma aamiin.

Meta morfillah

Ditinggal ramadhan

Kereta menuju Jakarta Kota tampak lengang, hampir kosong.
Persis bagai merayakan perpisahan dengan bulan suci ramadhan.
Ini adalah malam ganjil terakhir untuk melaksanakan itikaf di masjid.
Namun masjid sudah mulai sepi, ditinggal jamaahnya yang mudik atau sibuk belanja di pusat perbelanjaan.
Aah... aku memang belum menangis, tapi haru sudah terasa.
Ramadhan akan segera pergi, semua orang akan sibuk kembali.
Anak yatim harus menunggu momen ramadhan kembali untuk menjadi perhatian, sebab sebelas bulan berikutnya orang-orang akan kembali sibuk dengan dirinya sendiri.
Harusnya kami menangis...
Menangisi ramadhan yang pergi.
Mengapa?
Sebab, kami masih butuh puluhan ramadhan untuk melunakkan hati kami, merawat iman kami, mengasah kepekaan kami.
Kapankah kami akan menyadari kebebalan hati kami, bila bukan di bulan ramadhan?
Kapankah kami berusaha berpura-pura baik, hingga kami lupa sedang berpura-pura, bila bukan di bulan ramadhan?

Ramadhan akan pergi, tersemai sekelumit harap untuk berjumpa dengannya lagi.

Bila kita tak mampu menangisi kepergian ramadhan, tangisilah diri kita sendiri... sebab kenikmatan berlelah dalam ibadah tak kunjung kita dapati.

Meta morfillah

Selasa, 14 Juli 2015

Jatuh cinta diam-diam

Ini perasaanku, bahwa aku menyukaimu. Bagaimana perasaanmu padaku, itu urusanmu. Jadi balik lagi ke perasaanku saja, yang kupahami benar. Aku menyukaimu, namun menegurmu saja aku berpikir seribu kali. Sebenarnya banyak celah untuk membuka percakapan denganmu, tapi aku membatasi. Meski begitu ingin, aku menahannya. Mengapa? Sebab, aku takut kamu akan menanggapinya, lalu asyik dan kita terbuai dalam kasih semu.

Kautahu, aku benar-benar menyukaimu. Bukan sekadar suka untuk dijadikan pacar. Tapi, suka sebenarnya suka untuk menjadikanmu sahabat dalam suka dukaku hingga menua bersama dalam hidup. Sebagian kawanku bilang ini namanya jatuh cinta diam-diam. Memang benar-benar aku diam kalau di dekatmu. Bahkan berusaha tak menggubrismu bila kulihat kausudah melampaui batas. Aku suka. Tapi aku juga takut. Takut tak bisa menjagamu, karena ketidakmampuanku menjaga diri.

Pernah tidak, kamu merasakan hal sepertiku? Hal ini begitu merepotkan. Aku harus bersikap acuh, tak peduli saat aku benar-benar begitu peduli padamu. Lalu kini, aku berusaha merelakanmu dan pura-pura mengikhlaskanmu. Sebab, aku melihat kita belum akan mewujud. Kamu masih dalam tebar pesonamu dan aku masih dalam keresahanku. Tak mengapalah, aku berpura-pura hingga aku lupa bahwa aku sedang berpura-pura.

Meta morfillah

Senin, 13 Juli 2015

Skenario hidup

Dulu, pernah sekali-sekalinya aku berujar pada mamaku setelah beberapa bulan bapak meninggal, "Curang. Bapak meninggal pas ka citra udah gede. Tapi meta masih kecil."

Jujur, saat mengucapkan kalimat itu aku sendiri tak paham arti meninggal. Aku hanya merasakan ketidakadilan karena kakakku sudah puas menghabiskan waktu bersama bapak, sedangkan aku belum. Dalam otakku, harusnya bapak meninggal saat aku dewasa. Sesederhana itu.

Pada usia sebelas tahun, saat ditinggal bapak pun, aku masih merasa kematian itu tabu. Aku baru memahami maknanya setelah beberapa bulan dan bertahun-tahun setelahnya. Ternyata, aku benar-benar tidak memiliki bapak yang sering membantuku menyelesaikan soal sulit di PRku. Ternyata, meninggalnya bapak... bukan saat hari beliau pergi yang menyedihkan, melainkan setelahnya. Dampaknya baru kurasakan setiap tahun bertambah. Semakin terasa saat aku beranjak dewasa. Sebab, bapak adalah satu-satunya lelaki yang dekat dan biasa kujadikan tempat bertanya apa pun. Setelah beliau pergi, aku merasa kesepian.

Kembali bertanya pada Allah, mengapa dalam hidupku tak diberikan lelaki sempurna yang mampu menjaga dan dijadikan tempat bertanya seperti bapak. Mengapa semua lelaki yang kusayang dan kuandalkan diambil perannya oleh Allah. Bapak meninggal, dan kakak lelakiku satu-satunya disabilitas. Dalam pertanyaan itu, aku tumbuh. Bahkan cenderung tomboi dan banyak berkawan dengan lelaki. Juga sering mengerjakan hal yang seharusnya dikerjakan lelaki, sebab di keluarga kami tidak ada lelaki yang bisa diandalkan.

Terkadang, aku suka menggugat pada Allah... meminta jawaban pertanyaanku. Ada apa dengan lelaki yang hadir di hidupku? Mengapa skenarionya seperti ini? Jujur saja, aku sering iri melihat kawan yang diperhatikan oleh ayah dan kakak lelakinya. Aku sering iri melihat cara mereka bermanja. Aku pun ingin seperti itu. Tapi tak bisa.

Pagi ini, aku membaca sebuah buku biografi tentang Nabi Muhammad. Pada bab kelahiran, penulis menulis seperti ini,

"...menjadi seorang yatim yang juga miskin sebenarnya merupakan inisiasi untuk menjadi seorang rasul Tuhan di masa depan, setidaknya, karena dua alasan. Pelajaran pertama, tentu saja adalah kerentanan dan kerendahan hati yang secara alamiah pasti ia miliki sejak masa kanak-kanak. Kondisi itu semakin menguat ketika ibunya meninggal. Keadaan semacam ini tak hanya membuatnya benar-benar bergantung pada Tuhan, tapi juga membuatnya dekat dengan orang fakir. Ajaran kedua, yang sangat valid untuk semua manusia: jangan pernah melupakan masa lalu, masa penuh ujian, lingkungan dan asal-usul kita, dan berusaha mengubah pengalaman kita menjadi sebuah pengalaman positif untuk diri sendiri dan orang lain. Pengalaman masa lalu merupakan sekolah, karena dari pengalamannya ia tahu lebih baik daripada orang lain apa yang mereka rasakan dan alami."

Sungguh pada rasul ada suri teladan. Pada semua ujian hidup kita, tidak akan seberat ujian hidup rasul. Yaa... rasa-rasanya aku mendapatkan jawaban itu dengan berkaca pada pengalaman hidup rasul. Bahwa dijadikan yatim dan dari keluarga yang pas-pasan, adalah biar aku ingat rasa rentan dan terus berusaha rendah hati. Biar aku ingat rasa sedih di balik senyuman anak yatim, meski kauberi mereka uang banyak. Biar aku ingat saat kehilangan orang yang kusayangi, maka sebaiknya aku jaga yang masih ada, yakni mamaku. Biar aku ingat rasa sakit dalam dada setiap menjawab pertanyaan tentang keadaan bapak dan udaku--kakak lelaki dalam bahasa minang. Inilah skenario Allah, membuat akar hidupku menghunjam begitu dalam demi masa depanku.

Mungkin, bila bapak masih ada dan uda normal sebagaimana kakak lelaki pada umumnya, takkan ada pribadiku yang sekarang. Bisa saja yang kaukenal adalah meta yang manja, menyebalkan, susah diatur, tak menghargai orang, seperti salah seorang temanku yang terlampau dimanja bapak dan kakak lelakinya, hingga kehadirannya tak diharapkan.

Memang, saat berdoa dan dikabulkan, kita pasti senang karena skenario kita dipenuhi. Tapi, bila ternyata tidak dikabulkan, seharusnya kita jauh lebih senang, sebab skenario Allahlah yang sedang disiapkan untuk kita. Selalu, skenario Allah lebih baik. Tetap berbaik sangka, sebab Allah sesuai prasangka hambaNya.

Meta morfillah

Minggu, 12 Juli 2015

Dikerjai mama

"Kakak bilang, mama gak usah masak ketupat katanya, Met."

"Iya, ga usah. Kan ada rendang buat lauk. Udah istirahat aja."

"Iya."

***

Keesokan hari.

"Met, anterin belanja. Ada yang ketinggalan."

Aku antar mama ke tukang sayur naik motor. Aku tunggu di motor, sementara mama lama di tukang sayur. Balik-balik bawa kantong besar dan berat.

"Loh, kok, banyak? Katanya cuma ketinggalan. Ini mah borong." Aku rada manyun kece. Mama diam saja, sembari mesem-mesem kayak bayi--karena memang sudah tidak bergigi. Dikerjai aku!

Sesampainya di rumah, sedikit-sedikit mama manggil. Minta tolong kupas nanas lah, bangkuang lah, labu lah, iris kelapa lah, ulek bumbu lah, cuci beras ketan lah, dan lah lah lainnya. Sampai aku sadar... kok banyak amat ya?

Langsung aku ke kulkas dan buka pintunya. Yaaa ampuuunn sampai penuh berjubel isinya!

"Mamaaaaa... ini apaan?" Teriakku memanggil mama.

Mama datang ke dapur dan melihatku sedang berkacak pinggang di depan kulkas. Tahu, apa yang mama lakukan? Dia mesem-mesem lagi kayak bayi! Benar-benar dikerjai akunya.

"Mamaaaaa... kan udah dibilang jangan masak yang repot-repot. Ini banyak banget, mau bikin apaan sih?"

"Gak repot, kok. Kan ada kamu yang ngerjain. Cuma masak rendang lagi sekilo, sayur ketupat, ketupat ketan, jengkol balado, asinan, semur, ayam goreng. Itu aja dulu."

"Huwaaa... banyak banget! Siapa yang mau makan?" Ini kuucapkan dengan intonasi rada mengomel.

"Kan buat kamu sama uda. Kalau gak habis ntar kakak datang sama keluarganya juga dimakan. Daffa, galih, zahir pasti ngabisin. Belum kalau ada teman kamu. Kan kamu mah banyak teman-teman komunitasnya."

"..."

***

Melarang mama masak tiap mau lebaran, sama aja kayak melarang mama manjain cucunya. Tepatnya sih bukan melarang sebenarnya, tapi mengurangi porsinya. Soalnya kami--anak-anaknya--juga sayang sama beliau, gak pengin beliau ngabisin uangnya gak karuan dan bikin beliau sakit karena kecapekan. Sayangnya, begitulah mama... banyak ngelesnya. Kalau diomelin, tar ngambek, diam, malah nambah banyak yang dilakukan. Hahaa... benar-benar deh... lucu.

Semakin bertambah usianya, semakin seperti anak kecil. Harus sering-sering kontrol intonasi suara kalau ngobrol sama beliau. Sering-sering ajak bercanda, walau mau ngomong serius, pengantarnya tetap saja pakai candaan. Sering diajak ngobrol dan ditemani. Yaa... belajar terus.

Sayangi orangtuamu. Jangan sampai karena kamu sibuk bertumbuhkembang, kamu lupa bahwa usia orangtuamu juga beranjak senja.

Meta morfillah

[Review buku] Drunken Monster

Judul: Drunken Monster
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Dimensi: 292 hlm, 20.5 cm, cetakan II januari 2015
ISBN: 978 602 7870 67 3

Buku ini berisi 18 cerita yang menceritakan kekonyolan penulis dalam kesehariannya. Membacanya membuat tertawa terpingkal-pingkal sambil mikir, "Ada ya orang kayak gini? Sabar-sabar aja ngadepinnya. Hahahaa..."

Bayangin aja, di cerita "Air Lembang Panas" penulis ngomong ke penjaganya lagi bawa rombongan rumah sakit jiwa, padahal temannya yang mau berendam air panas. Lalu di "Drunken Monster" demi menghindari omelan istrinya karena pulang telat, penulis mengarang cerita tentang berantem sama monster. Kebiasaan aneh lainnya, penulis suka SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) dengan mengaku kenal sama orang yang diajak bicara seperti di "Jalan Kemana-mana" dan "Jalan-jalan minggu. Juga menguji kesabaran orang yang baru mengenal atau bertemu dengan penulis seperti di "Mengejar kereta".

Ada juga tingkah konyol penulis saat berkunjung ke almamaternya di "Institut Tahi Burung". Kekonyolan saat menawar taksi, yang justru diberi harga di atas harga yang ditawarkan supir di "Pulang dari jakarta". Ada juga cara merayu istri lewat dongeng ke anaknya berjudul "Mangga monyet". Ada juga pemikiran dan perbuatan konyol penulis saat SMS dan mengerjai polisi di cerita "Hari Senin" dan "Oh, Kerja". Lalu cerita tentang kawan penulis dari Timor Leste di "Martinus, O" dan dari Malaysia di "Noor, Rosak". Kekonyolan baik hati dengan mentraktir tukang becak komplek di "Mangga Mimo" dan satpam komplek yang ronda di "Ronda". Bahkan saat sakit, tetap saja usilnya penulis serta romantisnya gak hilang di "Ayah sakit". Ada pula cerita tentang "Dayat" yang menegur kita untuk berkata baik meski tak suka pada orang. Terakhir, cerita penulis yang menyamar jadi tukang angkot di "Angkot kiri" dan keusilan penulis pada tukang ojek di "Ojek nyegik".

Jujur saja, kalau saya tak tahu nama penulis sebelumnya (berkat novel Dilan), saya mungkin tak tertarik membaca buku ini sebab covernya kurang saya sukai. Lalu setelah membaca, saya banyak terhibur meski ada beberapa typo di dalamnya.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

Meta morfillah

Jumat, 10 Juli 2015

Hiatus

"Kaulihat akibat kebaikanmu? Dia merasa nyaman! Kautahu, nyaman itu lebih berbahaya dari jatuh cinta! Kautelah tumbuhkan rasa yang tidak seharusnya tumbuh."

"Aku tak bermaksud. Aku baik pada siapa saja. Tidak berniat modus. Dan aku tak bisa menghilangkan kebaikanku begitu saja. Itu karakterku. Apa kaumemaksa aku untuk membunuh karakterku sendiri?"

"Hanya ada satu cara. Kauputuskan semuanya. Patahkan harapannya. Buat jarak seluas samudera. Lalu menghilanglah. Biarkan jarak dan waktu yang memainkan perannya sekarang, apakah rasa itu akan semakin membesar ataukah memudar."

Dan semua menghilang.

Meta morfillah

Kamis, 09 Juli 2015

Mama: Surga sebelum surga

"Met, ini baju cobain. Pas gak sama kamu."

Mama menyodorkan sebuah gamis lengkap dengan khimarnya.

"Dih, ngapain beliin baju lebaran. Gak usah, Ma."

"Bukan baju lebaran. Mumpung ada rezeki. Kita samaan. Kamu, kakak, sama mama. Cuma beda warna."

Mama menjelaskan dengan sabar. Beliau tahu, aku paling tak suka beli baju baru, apalagi bila hanya aku yang dibelikan. Mending untuk keperluan lain. Mendengar penjelasan mama, aku pun mencoba baju tersebut. Jilbabnya agak kebesaran dan panjangnya sampai menyapu lantai. Tapi aku diam saja.

"Kepanjangan ya. Jilbabnya juga kegedean ya? Nanti mama jahit lagi."

Aku hanya mengangguk. Mama... seperti surga, mengabulkan apa yang kubutuhkan dan kuinginkan, tanpa perlu kuutarakan dalam kata.

***

Pukul 09.30

"Ma... nanti meta izin i'tikaf lagi ya."

Aku berkata sembari bebenah, sementara mama asyik menjahit baju baruku. Beliau diam saja. Tanda setuju, memberi izin.

"Nanti meta boleh bawa bekal gak, Ma? Dua. Buat buka sama sahur. Soalnya meta kan jalan abis ashar, takutnya buka di kereta. Terus kalau sahur, ada sih di sana nasi box. Beli Rp 10.000, sayang, Ma... mending uangnya buat ongkos i'tikaf besoknya lagi. Hemat."

Mama langsung meletakkan jahitannya, lalu masuk ke dalam kamar. Aku meneruskan mencuci baju. Tak lama, mama mendatangiku dan berkata,

"Meta... anterin mama ke tukang sayur sekarang. Naik motor."

"Hah? Mau ngapain? Kan kemarin udah belanja. Itu aja belum dimasak semua."

"Mama belum beli kelapa sama kentang kecil."

"Mau bikin apa?"

"Rendang. Buat kamu bawa nanti. Biar awet, gak basi. Buruan. Kamu sih baru bilang sekarang, semoga keburu matang sebelum kamu jalan."

Aku pun menghentikan kegiatan mencuci baju, dan bergegas mengantar mama ke tujuannya.

Selepas itu, mama asyik di dapur hingga aku terbangun dari tidur siang. Dan saat aku mau berangkat, tasku sudah penuh terisi bekal. Sampai coklat buatanku pun dimasukkan. Padahal itu kubuat untuk mama dan uda. Tapi mama lebih khawatir aku kekurangan makanan.

***

Aku tak tahu bagaimana penampakan surga. Yang kudengar dari kisah-kisah di kitab, surga adalah suatu tempat di mana segala keinginan dan kebutuhan kita akan terpenuhi. Berisi semua kesenangan. Tanpa perlu kita katakan. Bahkan, baru memikirkannya saja, tiba-tiba Allah kabulkan apa yang kita pikirkan di hadapan kita.

Di dunia, memang tak ada surga. Tapi, kukira... mama adalah surga sebelum surga. Beliau, mampu menyediakan apa yang kubutuhkan dan kuinginkan tanpa harus aku mengutarakannya. Tanpa perlu kubersusah payah. Yaa Allah... pantaslah ibu begitu kautinggikan derajatnya, pantaslah surga berada di telapak kakinya. Sebab, melaluinya... aku meraba rasa surga. Tak henti aku merasakan nikmat berlimpah darinya, tanpa timbal balik. Tanpa pamrih.

Mama... selamanya kamu berharap agar anakmu ini lebih baik dari dirimu.
Selamanya pula, aku merasa tak akan mampu mengalahkanmu. Semua kebaikanku berasal darimu, dan keburukanku adalah dariku.

Ya Allah, sayangilah mama sebagaimana mama menyayangiku di waktu kecil hingga saat ini. Ampunilah dosanya, berikanlah tempat terbaik di sisiMu kelak. Aaamiiin.

Meta morfillah

Rabu, 08 Juli 2015

Suatu hari aku dan dia bertemu

"Dan suatu hari, aku dan dia bertemu lagi. Di saat berbeda, tapi tetap dengan perasaan yang sama." - Till We Meet Again

Aku dan dia bertemu. Di rumah seorang kawan yang memiliki perpustakaan di sudut rumahnya. Awalnya asing, tak peduli satu sama lain. Aku terpukau pada deretan buku di perpustakaan kawanku. Membaca berbagai macam blurb buku-buku yang menggairahkan itu. Dia... aku tak tahu apa yang dia lakukan saat itu. Seperti yang aku bilang, aku tak peduli pada sekitar saat terpukau pada buku-buku. Yang kutahu, dia hadir di sana. Itu adalah pertemuan pertama kami. Itu kuyakini dari foto yang dishare dalam sebuah media sosial kawanku--sang pemilik rumah.

Pertemuan kedua, dan seterusnya, adalah pertemuan yang tidak kami rencanakan sebelumnya. Mungkin bila kami lebih peka, itu adalah skenario Tuhan atas sebuah pertemuan--sebab aku tak percaya akan kebetulan. Lalu waktu memainkan perannya, hingga kami tak sadar sejak kapan kami menjadi dekat. Berawal dari diskusi buku, tulisan dan kejadian terkini, kami hampir selalu berbeda. Membuat teman-teman menjuluki kami "Tom & Jerry". Tentu saja hal itu kami sambut dengan senyuman. Sebab perbedaan itu, justru membuat kami saling mengisi dan melihat dari sudut pandang lain.

Saling mengisi. Membuat kami perlahan merasa nyaman dengan kehadiran masing-masing. Kautahu, rasa nyaman ini lebih berbahaya dibandingkan jatuh cinta. Kami menyadari perasaan itu. Tapi kami saling mengingkari. Sebab, ada perbedaan yang tak bisa kami isi, dan selamanya menjadi jurang. Aku berdoa dengan memulai "Bismillah...", sedang dia dengan "Atas nama tuhan bapa..."

Meski begitu, selalu ada ruang khusus untuk dirinya. Ruang kekaguman dan kasih yang tak sempat disemai, namun kuhargai. Dan suatu hari, aku dan dia bertemu lagi. Di saat berbeda, tapi tetap dengan perasaan yang sama.

Meta morfillah

Selasa, 07 Juli 2015

Ridha Allah

Pernah kudengar sebuah kisah tentang seorang ahli ibadah wanita yang dipuji oleh banyak manusia, namun ternyata tidak masuk surga. Itu disebabkan Allah tidak ridha dengan amalan-amalannya. Niatnya yang ternyata tidak murni. Maka dalam hal kebaikan, aku seringkali beristighfar meluruskan niat. Sebab, tidak mudah menjaga kemurnian niat. Sering aku tergelincir, awalnya niat lillah, lalu dipublish tanpa sengaja mau pun disengaja dengan niat agar orang lain mengikuti, lalu ketika orang lain berdalih macam-macam dan tidak mengikuti, aku menjadi gusar. Bukankah itu sudah sebuah penyimpangan?

Saat kita merasa bahwa orang lain harus berlaku sama seperti kita, dan kita mengukur orang lain dengan ukuran kita. Kita lupa bahwa semua amalan yang bagi kita terasa mudah, itu adalah karena Allah yang memudahkan. Allah mudahkan hati kita untuk menerima nasihat, menggerakkan kaki kita ke tempat tujuan, mempermudah kita mewujudkan amalan. Itu semua bukan karena kehebatan diri kita, melainkan lagi-lagi Allahlah yang berperan di baliknya. Jangan seperti Qarun yang merasa kaya karena kegigihan dan kepintarannya mengelola harta. Atau seperti Firaun yang merasa hebat karena kekuatan dirinya. Kembali kita harus mengingat bahwa saat kita berjaya, Allah hanya sedang mempercayakan kejayaan itu pada kita. Mudah bagiNya untuk mengambil semua milikNya.

Maka, dalam beramal… terutama amalan yang bersinergi dengan orang banyak, kadar keikhlasan kita harus menjadi lebih luas dan dalam. Bila sebagian orang yang diamanahkan justru mengecewakan, bolehlah kita tegur dengan baik dan sembunyi—sebab teguran di muka umum, hanya akan menyakiti hati—lalu biarkan orang tersebut menjemput hikmahnya sendiri. Jangan dipaksakan agar sama dengan kita. Kadar tiap orang berbeda, dan kita mudah melakukan suatu amalan—lagi-lagi—karena Allah memudahkan. Ada yang Allah mudahkan dalam bersedekah harta, ada yang dimudahkan dalam bersedekah tenaga, waktu, atau pikiran. Ada pula yang Allah mudahkan dalam ibadah ruhiyah seperti salat, tadarus, puasa, naik haji, dan zakat. Ada pula yang Allah mudahkan dalam muamalahnya, senyum yang menenteramkan, kenyamanan saat bersamanya, dan lain.

Kita tidak pernah tahu amalan mana yang membuat Allah ridha pada kita. Bisa berupa amalan besar, yang terlihat orang banyak, dan bisa juga amalan sederhana yang tidak seorang pun tahu. Jangan pernah merasa hebat dengan amalan-amalan kita yang menurut kita hebat dengan kuantitas yang menyilaukan mata manusia. Semoga kita tidak seperti kisah ahli ibadah yang saya ceritakan di awal. Dipuji oleh banyak manusia di bumi, namun dicerca di langit dan tidak diridhai Allah untuk masuk surganya.

*muhasabah pasca acara besar sebuah komunitas*

Meta morfillah

Selasa, 30 Juni 2015

[Review buku] To kill a mockingbird

Judul: To kill a mockingbird
Penulis: Harper Lee
Penerbit: Qanita
Dimensi: 536 hlm; 20,5 cm; Edisi gold cetakan I oktober 2010
ISBN: 978 602 8579 34 6

"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya... hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya."

Semua berawal saat ayahnya, Atticus Finch memutuskan menjadi pengacara pembela seorang berkulit hitam--Tom Robinson--yang dituduh memerkosa anak gadis keluarga Ewell--seorang kulit putih. Perlahan Scout dan Jem merasakan ada hal yang berbeda. Kota kecil mereka, Maycoumb County ternyata tak seperti yang mereka kira selama ini. Ketenangan yang biasa mereka dapatkan perlahan berkurang. Banyak kecaman hingga ancaman mewarnai mereka. Sebab stigma negatif di kita kecil seperti Alabama pada tahun 60an masih begitu kuat, bahwa bila ada orang berkulit hitam melawan orang berkulit putih, maka ia pasti kalah.

Dengan sudut pandang seorang gadis kecil berusia delapan tahun, penulis mengemas dengan apik isu politik apartheid (perbedaan warna kulit), keadilan, dan prasangka manusia. Melalui tokoh sang ayah, Atticus, meskipun single parent, berusaha membesarkan kedua anaknya dengan cinta kasih, serta menanamkan hati nurani dan moral tentang keadilan dari perilaku kesehariannya yang tidak membedakan seseorang dari latar belakangnya. Pengacara yang berusaha untuk menegakkan keadilan, sejak dalam pikiran hingga perbuatan. Juga ada twist lain yang disiapkan penulis dan tak pernah disangka, mengenai tetangga pemalu mereka dalam suatu insiden, yang membuat Scout belajar bahwa hidup tidaklah melulu sesuai prasangka kita, hitam dan putih.

Mengenai judul yang sempat membuat saya bertanya-tanya, akhirnya saya temukan dalam halaman 179. Pengingkaran sepihak terhadap Tom si kulit negro, diibaratkan bagai membunuh seekir burung mockingjay--sejenis murai bersuara merdu--yang tak mengganggu hidup manusia. Dan itu dosa.

Akhirnya saya mengerti, mengapa novel klasik ini begitu kuat dan tak lekang oleh zaman. Sebab isinya selalu relevan dan begitu jujur, tanpa diksi yang berlibet. Ringan, bermakna dalam, dengan penggambaran karakter yang kuat, serta setting yang tegas, seakan semua sifat manusia diwakilkan dalam kota kecil tersebut. Sayangnya, sang penulis yang berhasil memenangkan pulitzer karena novel ini, hanya melahirkan satu novel ini saja sepanjang hidupnya. Sungguh masterpiece!

Saya mengapresiasi 5 dari 5 bintang.

"Hanya karena kita telah tertindas selama seratus tahun sebelum kita memulai melawan, bukanlah alasan bagi kita untuk tidak berusaha menang." (Hlm. 153, Atticus)

"Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan kau merampungkannya, apa pun yang terjadi. Kau jarang menang, tapi kadang-kadang kau bisa menang." (Hlm. 219, Atticus)

"Tidak perlu menunjukkan semua yang kita ketahui. Itu bukan sikap perempuan terhormat--kedua, orang tak suka kalau ada orang lain yang lebih tahu dari diri mereka. Itu membuat mereka sebal. Kita tak bisa mengubah mereka dengan berbicara secara benar, mereka harus mau belajar sendiri, dan kalau mereka tak mau belajar, tak ada yang bisa kita lakukan kecuali tutup mulut atau berbicara dengan bahasa mereka." (Hlm. 243, Calpurnia)

"Terkadang aku merasa gagal total sebagai orangtua, tapi hanya aku yang mereka punyai. Sebelum Jem melihat siapa pun, dia melihatku lebih dulu, dan aku menciba menjalani hidup supaya bisa balas menatapnya... jika aku bersekongkol untuk hal seperti ini, terus terang aku tak akan mampu menatap matanya, dan bila itu terjadi aku tahu aku akan kehilangan dia. Aku tak ingin kehilangan dia dan Scout karena hanya mereka yang kupunya." (Hlm. 519, Atticus)

Meta morfillah

#Day30 Konsisten

Semua hal besar atau pun kecil itu mudah, bila dilakukan sekali-sekali. Yang sulit adalah bila dituntut untuk konsisten. Terutama konsisten dalam perkataan dan perbuatan. Walk the talk.

Seperti ajang #nulisrandom2015 ini... tak terasa sudah 30 hari kita lewati. Saya sendiri agak kurang disiplin dalam memposting tulisan, meski itu disebabkan sinyal yang kurang mendukung. Tapi, tetap saja saya merasa malu pada diri saya. Janji pada diri sendiri jauh lebih berat. Inilah yang sedang saya tumbuhkan dalam jiwa saya. Apresiasi dan disiplin akan hal-hal yang positif, meski dianggap remeh.

Menulis random selama 30 hari ini, membuat saya kembali teratur mengisi blog saya. Meski kadang saat saya membaca kembali yang saya tulis, terasa sangat random. Itu semua kilasan pikiran dalam otak saya. Otak yang terasa begitu penuh, bila tak dikeluarkan dalam sebuah tulisan.

Tak penting untuk kualitas saat ini, bagi saya, taraf saya adalah memperbanyak kuantitas dan kecintaan dalam menulis. Seakan menulis dan membaca adalah nafas. Saya ingin lama-lama terbiasa dengan udara tulisan.

Akhirnya, berakhir sudah program 30 hari #nulisrandom2015 ini, tapi insyaa allah tidak akan berakhir bagi saya. Saya akan tetap memecut diri saya untuk menghasilkan #1hari1tulisan. Semoga teman-teman juga berhasil menjaga terus kekonsistenan ini. Senang berteman dengan penulis, dan terima kasih untuk teman-teman baru di NulisBukuCommunity.

Meta morfillah

#Day29 Move on

Mau pergi sejauh apa pun, menghindar sebisa apa pun, bila akar penyebabnya belum disembuhkan, ya akan terus sakit.

Memang banyak yang bilang, cara terbaik dan tercepat untuk move on adalah jatuh cinta lagi. Tapi aku kurang setuju. Menurutku, sembuhkan dulu lukamu, baru kaumulai lagi jatuh cinta. Sebab bila tidak kausembuhkan dulu, besar kemungkinan kamu malah akan menyakiti cinta yang baru dengan kenangan lamamu.

Sering kujumpai, sudah move on tapi belum forget on. Berarti belum sembuh benar lukanya. Ini seperti tangan yang terluka, memaksa untuk berjabat tangan. Yang ada kamu semakin menyakiti dirimu.

Sembuhkan, meski butuh waktu. Sebab, cinta sejati tak akan pernah terlambat, ia akan selalu tepat. Tak perhitungan akan waktu. Percayalah, bila ia memang benar cinta sejatimu, ia pasti datang. Jangan gegabah, jangan memaksa. Sederhana saja, bila kalian tidak bersatu, ya berarti kalian bukan jodoh.

Meta morfillah

#Day28 Sudut pandang

28 Juni hari ini
Memang tidak hujan, tidak seperti kata Sapardi yang mengidentikkan Juni dengan hujan.

Tapi aku melihat banyak hujan dari dua bola mata beberapa kawan. Sebab hari ini istimewa. Acara berbuka bersama laskar langit. Anak-anak pilihan yang diberi ekstra ujian dengan diambilnya orangtua mereka sebelum tunai tugasnya. Ada banyak pembelajaran dari rangkaian hari ini. Selalu penyakit yang sama, koordinasi dan komunikasi. Semakin kompleks ketika kita memutuskan untuk bersinergi dengan pihak lain. Keikhlasan akan beragam khilaf yang terjadi karena ragamnya individu, ragamnya kepentingan, dan gesekan perasaan dituntut menjadi lebih besar.

Tahun yang berbeda bagi saya. Sebab, tahun ini saya sengaja ingin total larut di dalamnya. Tanpa beban karena pekerjaan. Tentu ada kelebihan dan kekurangan dibanding tahun lalu saat saya masih bekerja. Betapa perbedaan ini benar-benar membuat saya tersenyum dan menumbuhkan tenggang rasa yang lama terpendam. Saya kembali merasakan posisi saat saya masih mahasiswa, belum punya gaji, namun banyak waktu, dan tekanan di posisi itu. Sebab, saat saya bekerja tekanan itu tidak tampak. Makanya saya lebih banyak diam saat banyak yang melihat dari persepsi orang bekerja. Saya pernah di posisi itu. Pas sekali, di sebuah buku saya dapatkan kata-kata yang ingin saya lontarkan bagi mereka yang hanya berpikir dari sudut pandang mereka sendiri. Yang mungkin sudah lupa saat mereka meniti tangga kesuksesan dahulu.

"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya... hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya." (Harper Lee - To kill a mockingbird)

Mungkin, saat kita sudah banyak menelaah dengan beragam sudut pandang, kita akan lebih banyak diam. Berusaha mengambil jalan keluar terbaik. Berusaha bijak, meski rasanya tenggorokan melesak.

Meta morfillah

#Day27 Buku

Kamulah yang paling setia menemaniku, terutama kala aku sakit
Memberi penghiburan saat aku tak berdaya
Mengajakku berkelana tanpa banyak wacana
Memberiku nasihat kala aku tersesat
Mengajak hatiku berbincang saat gamang
Mengizinkanku sejenak keluar dari menjadi-diriku ke seseorang-di-dalam-cerita
Memberi banyak warna dalam hitam putih pikiranku

Bahkan meski kamu begitu buruk dan tak layak,
Aku tetap mampu mengambil pembelajaran darimu
Bahkan aku berharap bahwa dia yang kelak menemaniku pun mencintaimu
Lebih bagus lagi, bila dia yang melahirkanmu dari tangannya
Gemar menulis dan lapar membaca
Mungkin selamanya, akan selalu ada cinta segitiga di antara kita
Aku, dia, dan buku.

Meta morfillah

#Day26 Dengarlah

Sayang, kalau ada tempat yang begitu gaduh, mungkin itu adalah kepalaku.
Beragam pikiran membelukar membentuk hutan aksara yang seringkali mati sebelum dilahirkan.
Mati karena waktu yang tak tepat,
Mati karena perilakumu,
Tapi lebih sering mati karena keberanianku yang menguap.

Sayang, kalau ada tempat bersembunyi paling sembunyi, mungkin itu adalah hatiku.
Beragam rasa kusimpan di sana, bahkan dari orang yang amat kusayangi.
Rasa itu tumbuh, menjalar, beranak-pinak, hingga mati kukubur sendiri.
Di sanalah kepengecutan dan keberanian bersatu padu,
Di sanalah jutaan kenangan kumorfinkan,
Di sanalah inspirasi kubekukan.

Sayang, kekeraskepalaanku dalam keheningan terkadang begitu kuat,
Apakah kaumampu membantuku mencairkannya?
Apakah kaumampu berbagi riak kata, perjalanan rasa, dan kisah denganku?
Sering aku meragu akan hal itu, mencemaskan kamu yang tertipu wajah aku-baik-baik-saja-padahal-nyatanya-tidak

Sayang, mampukah kamu mendengar apa yang tidak kukatakan?

Meta morfillah

Kamis, 25 Juni 2015

#Day25 Butuh waktu

Menata kehidupan butuh waktu.

Terkadang waktu begitu progresif tak henti maju. Terkadang waktu melambat, meminta kita beristirahat sejenak. Memang tidak pernah mundur. Sebab waktu hanya mengenal kata maju. Hanya kecepatan dan percepatannya yang berbeda.

Hidup kita, bila terus-menerus dibiarkan akan berbahaya. Tenggelam dalam rutinitas dan seakan begitulah semuanya seharusnya. Perlahan menjadi lupa bersyukur atas yang dinikmati, kita menjadi robot, dan merasa bahwa apa yang kita dapat sudah seharusnya. Kita butuh waktu sejenak untuk melihat lagi, apakah hidup kita sudah tertata sesuai dengan blue print yang Allah mau? Sesuai tujuan hidup kita yang diridhai Allah?

Jangan takut bila sesekali kita perlu melambatkan kecepatan hidup kita. Menjenakkan pikiran dan panca indera kita, agar lebih peka untuk bersyukur. Bersyukur atas segala karunia dan bersyukur atas segala ujian. Bukankah Allah telah memberikan kita kesempatan hidup hingga sejauh ini? Berapa banyak yang tidak sesuai kemauan kita, namun digantinya lebih baik?

Menata kehidupan butuh waktu, jangan tergesa dan tersesat dengan fatamorgana kesuksesan. Carilah kesuksesan yang sejati, yang tak lekang oleh waktu dan mudah hilang seiring hilang sebab.

Meta morfillah

#Day24 Keberanian

Dan aku menemukan keberanianku pada ketakutanmu--pada rasa percayamu bahwa aku akan tetap ada di sampingmu. (Fahd Djibran)

Gelap. Tidak ada lampu jalan satu pun. Malam telah larut dan semua orang sudah asyik dengan mimpinya masing-masing. Tinggal mereka berdua. Pulang kemalaman dari ibu kota.

"Kak, aku takut."

Dalam hatinya, sang kakak juga takut. Tapi bila ia mengakui ketakutannya, ia khawatir adiknya akan memaksa menetap di sana sampai pagi. Sementara ibunya sendirian di rumah, pastilah sedang mengkhawatirkan mereka.

"Tenang saja, kita bacaan. Gak usah takut, De!" Kakak menenangkan adiknya dan hatinya yang makin deg-degan.

"Tapi, kan, di depan juga ada kuburan di kiri kanan. Seram banget ka, mending kita tunggu subuh aja." Sang adik mengingatkan satu hal yang semakin memberatkan langkah kakaknya.

"Bacaannya makin kencang pas lewat sana, De. Kasian ibu, kalau kita gak pulang."

Dengan matanya, sang adik menunjukkan keberatannya.

"Hayoo, De. Kan, ada kakak."

Dengan berat, sang adik akhirnya mengikuti langkah kakaknya sembari membaca dzikir.

***

Semua orang pasti pernah takut. Punya rasa takutnya masing-masing. Tapi pernah juga kan, di suatu kondisi di mana kamu juga sebenarnya takut, tapi berhasil mengalahkan ketakutanmu karena orang yang memercayaimu.  Keberanian itu kamu dapatkan dalam ketakutan mereka yang memercayai bahwa dirimu mampu melindungi mereka. Persis seperti sang kakak dalam cerita di atas.

Ada banyak orang yang pernah seperti itu. Pernahkah kita berpikir, bahwa kita mungkin pernah menjadi salah satu alasan bagi keberanian orang yang kita sayangi? Seperti ayah, ibu, pasangan, hingga keluarga kita. Pada awalnya, mereka bukanlah pemberani, tapi karena rasa percaya kamu pada mereka dan rasa cinta mereka pada kamulah yang membuat mereka menjadi pemberani.

Meta morfillah

Rabu, 24 Juni 2015

[Review buku] Notes from Qatar

Judul: Notes from qatar
Penulis: Muhammad Assad
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Dimensi: xlv + 312 hlm, cetakan kedelapan januari 2012
ISBN: 978 979 2791 945

Dua puluh delapan artikel yang membahas pengalaman penulis yang mungkin terlihat sederhana tapi bermakna besar. Semua kisah diambil dari blog penulis, dan dinamakan notes from qatar disebabkan penulis menuliskannya dari qatar, tempat penulis menyelesaikan S2nya.

Garis besar isi buku ini seputar kiat mendapatkan beasiswa luar negeri, dahsyatnya sedekah, bersyukur, menjadi entrepreneur, mengalah bukan berarti kalah, hukum memelihara anjing serta bertato, emansipasi wanita abad 21, misteri jodoh dan menikah muda, adversity quotient, berbakti pada orangtua, hukum karma, menghargai pembantu, hukum berjudi, membentuk generasi tangguh, make friends everywhere, ramadhan sebagai akselerator, dukungan terhadap penulis, hukum merokok, tiga kata ajaib: maaf; tolong; dan terima kasih, dan ditutup dengan success with value.

Berbeda dengan buku motivasi lainnya. Pilihan kata yang digunakan penulis begitu ringan, mengalir, memotivasi dengan unsur agama (memasukkan beragam ayat dan hadis) tapi tidak seperti diceramahi, sarat pesan namun tak terkesan menggurui. Beragam foto yang dilampirkan membantu saya memvisualisasikan apa yang saya baca. Meski menurut saya terlalu banyak testimoni dan komentar blog yang lebih baik tidak ditampilkan, juga beberapa typo, tapi saya tetap suka isinya.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Dalam kadar tertentu, membandingkan diri dengan orang lain itu baik jika niatnya untuk pengembangan diri, dalam artian orang yang kita bandingkan adalah sebagai benchmark kita menuju kesuksesan. Tapi kalau membandingkan yang membuat kita menjadi kufur nikmat, itu BAHAYA." (Hlm. 57)

"Hati-hati dengan ucapan. Bukankah begitu banyak hal bisa terjadi hanya dengan ucapan? Orang bisa bunuh-bunuhan hanya karena sakit hati diejek teman. Pria dan wanita juga bisa sah jadi suami istri hanya dengan ucapan (ijab qabul). Bahkan, orang ingin masuk islam pun cukup hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat." (Hlm. 199)

"Quitter never win and winner never quit!" (Hlm. 281)

"Value yourself and the world will value you with its own way!" (Hlm. 304)

Selasa, 23 Juni 2015

#Day23 Orangtua

"Kamu ini masuk angin sudah ke dalon. Ke tulang. Gak bisa disembuhin satu kali, minimal tiga kali urut. Untung loh, kamu masih hidup. Kalau gak kuat ya bisa meninggal langsung. Ke dokter biasanya dirawat, diinfus dan diberi pereda sakit bisa sampai dua minggu. Jatuhnya ini ke jantung. Makanya kamu sesak nafas dan sulit berjalan. Untungnya lagi, kamu tahan kayak mamamu."

Kayak mamamu...

Ujung kalimat yang terdengar indah, membuatku tersenyum meski lemah. Bangga... dibilang kayak mamaku.

***

Selain Rasulullah SAW dan ummahatul mukminin, idolaku tentu saja bapak dan mama. Sosok nyata yang kuteladani hidup hingga meninggalnya. Sosok yang begitu dekat.

Bagiku, orangtua adalah saingan terberat seorang anak. Mengapa? Karena semua pencapaian anak harus lebih sukses dari pencapaian orangtua mereka yang berhasil membesarkan kita hingga seperti ini. Minimal sekali, kita harus mampu mencapai apa yang dicapai orangtua kita saat ini. Dari segi agama, pekerjaan, keluarga, semua hablumminallah dan hablumminannaas, orangtua telah mencontohkan. Karakter bapak yang cool, tidak banyak bicara, meneladankan perilaku. Karakter mama yang bawel, perhatian, dan tetap setia serta konsisten meneladankan perilaku. Dari merekalah, terbentuk diri kita yang saat ini. Karakter yang berbeda, menemukan penyatuannya pada diri kita. Tak aneh, bila kita kadang bersikap lembut namun tegas, kuat namun sesekali rapuh, dan beragam paradoks lainnya.

Maka, saat dibilang mirip dengan orangtuaku (selain wajah tentunya, sebab aku bukan anak tetangga hehe)... bagiku itu adalah sebuah pujian. Minimal, ada sebagian yang bisa kucapai sesuai pencapaian mereka terdahulu. Bahkan akan sangat membanggakan bila sifat-sifat positif unggulan mereka yang melekat pada kita. Seperti sabar, kuat, berpikiran lurus, amanah, baik, dan lainnya.

***

Seperti anak gadis pada umumnya, pada bapak aku menemukan cinta pertama. Sosok lelaki yang bisa melindungi, menyayangi dan membimbingku. Pada mama aku menemukan cinta sejati. Cinta yang tak lekang oleh waktu. Cinta yang tak pernah habis dan selalu menjadi muara pembaruan energi anak-anaknya.

Mungkin memang sudah terprogram dalam setiap diri orangtua secara otomatis bahwa kasih sayang mereka pada anaknya ibarat air yang selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Begitu mudah. Niscaya. Sedangkan, bagi seorang anak... itu adalah hal yang berat, sebab harus melawan arus. Mencoba memberikan cinta dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Butuh banyak usaha. Tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin.

Meta morfillah

[Review buku] Halaqah cinta

Judul: Halaqah cinta
Penulis: @teladanrasul
Penerbit: QultumMedia
Dimensi: vi + 302 hlm, 14 x 20 cm, cetakan pertama februari 2014
ISBN: 978 979 017 280 7

Kembali saya membaca sebuah buku yang provokatif untuk menikah. Dalam blurbnya, buku ini menjanjikan 6 hal penting yaitu 7 manfaat menikah yang bisa membuatmu lebih bahagia dan sukses dunia akhirat, 7 masalah yang membuat seseorang telat nikah dan solusinya, 8 aspek perbaikan diri biar cepat ketemu jodoh yang kamu inginkan, 7 hikmah saat berikhtiar mencari jodoh biar kami nggak gampang putur asa dan tetap optimis, 9 rahasia yang memudahkanmu berjalan menuju gerbang pernikahan serta tip-tip praktis menjemput jodoh sesuai anjuran rasulullah.

Secara garis besar buku ini dibagi menjadi enam bab. Bab pertama berjudul menikah apa untungnya? Lalu dijelaskan dalam tujuh sub judul yakni menapaki jalan sunnah, menghindarkan diri dari maksiat, sebagai wujud ibadah kepada allah, dua keutamaan untuk suami dan istri, mendapatkan keturunan yang saleh-saleha, menikah kunci rezeki, dan menikah itu menenteramkan. Di bab dua berjudul Tunggu apa lagi? Berisi tujuh sub judul yakni belum punya pekerjaan tetap, belum dapat izin orangtua, parno takut ini-itu, belum nemu yang cocok, nggak pede, ingin berbakti dulu sama orangtua dan pengalaman buruk di masa lalu. Di bab tiga berjudul Mau yang terbaik. Berisi delapan sub judul yakni perbanyak baca syahadat, ibadah sebanyak-banyaknya, terus memperbaiki akhlak, jaga kesehatan, berlelah-lelah mencari rezeki, bentuk kebiasaan terbaik, terus belajar, dan terus tebar kebaikan untuk sesama.

Di bab keempat berjudul Kalau jodoh tak kunjung datang. Berisi tujuh sub judul yakni lihat sisi terangnya, hasbunallah wa ni'mal wakil, badai pasti berlalu, jangan lelah berharap, jangan bersedih allah bersama kita, ujian untuk kebaikan kita dan merelakan demi yang terbaik. Di bab kelima berjudul Mau cepat nikah? Berisi sembilan sub judul yakni perbanyak tobat, kuatkan keyakinan, perbaiki doa kita, bahagiakan orangtua, mulai nabung, bantu sesama, perhatikan penampilan dan pergaulan, mendoakan teman, dan hilangkan ego. Terakhir di bab enam berjudul Bulatkan tekad. Berisi sepuluh sub judul yakni Kalau cinta jangan diam kalau siap jangan menunda, setiap amal tergantung niatnya, sampaikan maksud kepada orangtua, menentukan pilihan, ta'aruf, mempertimbangkan lamaran, khitbah, akad, walimah, dan mencintai seperti nabi.

Secara garis besar isinya cukup menarik, diselingi beberapa kisah, ilustrasi gambar dan kata bijak, hadis serta ayat yang mendukung. Hanya saja, ada cukup banyak typo yang mengganggu kenikmatan membaca. Secara pengemasan pun cukup cantik. Saya mengapresiasi 4 dari 5 bintang.

"Menjaga pandangan, pendengaran, dan perkataan ibarat menggenggam bara api yang masih menyala. Sulit bukan main." (Hlm. 8)

"Ingatlah bahwa mapan sesungguhnya hanya ada di surga. Mau semapan apa? Di surgalah kita akan mendapatkan kemapanan. Semua yang kita inginkan ada. Di dunia, mapan itu tergantung kelapangan hati kita untuk bersyukur." (Hlm. 65)

Meta morfillah

[Review buku] Halaqah cinta

Judul: Halaqah cinta
Penulis: @teladanrasul
Penerbit: QultumMedia
Dimensi: vi + 302 hlm, 14 x 20 cm, cetakan pertama februari 2014
ISBN: 978 979 017 280 7

Kembali saya membaca sebuah buku yang provokatif untuk menikah. Dalam blurbnya, buku ini menjanjikan 6 hal penting yaitu 7 manfaat menikah yang bisa membuatmu lebih bahagia dan sukses dunia akhirat, 7 masalah yang membuat seseorang telat nikah dan solusinya, 8 aspek perbaikan diri biar cepat ketemu jodoh yang kamu inginkan, 7 hikmah saat berikhtiar mencari jodoh biar kami nggak gampang putur asa dan tetap optimis, 9 rahasia yang memudahkanmu berjalan menuju gerbang pernikahan serta tip-tip praktis menjemput jodoh sesuai anjuran rasulullah.

Secara garis besar buku ini dibagi menjadi enam bab. Bab pertama berjudul menikah apa untungnya? Lalu dijelaskan dalam tujuh sub judul yakni menapaki jalan sunnah, menghindarkan diri dari maksiat, sebagai wujud ibadah kepada allah, dua keutamaan untuk suami dan istri, mendapatkan keturunan yang saleh-saleha, menikah kunci rezeki, dan menikah itu menenteramkan. Di bab dua berjudul Tunggu apa lagi? Berisi tujuh sub judul yakni belum punya pekerjaan tetap, belum dapat izin orangtua, parno takut ini-itu, belum nemu yang cocok, nggak pede, ingin berbakti dulu sama orangtua dan pengalaman buruk di masa lalu. Di bab tiga berjudul Mau yang terbaik. Berisi delapan sub judul yakni perbanyak baca syahadat, ibadah sebanyak-banyaknya, terus memperbaiki akhlak, jaga kesehatan, berlelah-lelah mencari rezeki, bentuk kebiasaan terbaik, terus belajar, dan terus tebar kebaikan untuk sesama.

Di bab keempat berjudul Kalau jodoh tak kunjung datang. Berisi tujuh sub judul yakni lihat sisi terangnya, hasbunallah wa ni'mal wakil, badai pasti berlalu, jangan lelah berharap, jangan bersedih allah bersama kita, ujian untuk kebaikan kita dan merelakan demi yang terbaik. Di bab kelima berjudul Mau cepat nikah? Berisi sembilan sub judul yakni perbanyak tobat, kuatkan keyakinan, perbaiki doa kita, bahagiakan orangtua, mulai nabung, bantu sesama, perhatikan penampilan dan pergaulan, mendoakan teman, dan hilangkan ego. Terakhir di bab enam berjudul Bulatkan tekad. Berisi sepuluh sub judul yakni Kalau cinta jangan diam kalau siap jangan menunda, setiap amal tergantung niatnya, sampaikan maksud kepada orangtua, menentukan pilihan, ta'aruf, mempertimbangkan lamaran, khitbah, akad, walimah, dan mencintai seperti nabi.

Secara garis besar isinya cukup menarik, diselingi beberapa kisah, ilustrasi gambar dan kata bijak, hadis serta ayat yang mendukung. Hanya saja, ada cukup banyak typo yang mengganggu kenikmatan membaca. Secara pengemasan pun cukup cantik. Saya mengapresiasi 4 dari 5 bintang.

"Menjaga pandangan, pendengaran, dan perkataan ibarat menggenggam bara api yang masih menyala. Sulit bukan main." (Hlm. 8)

"Ingatlah bahwa mapan sesungguhnya hanya ada di surga. Mau semapan apa? Di surgalah kita akan mendapatkan kemapanan. Semua yang kita inginkan ada. Di dunia, mapan itu tergantung kelapangan hati kita untuk bersyukur." (Hlm. 65)

Meta morfillah

Senin, 22 Juni 2015

[Review buku] Perjalanan rasa

Judul: Perjalanan rasa
Penulis: Fahd Djibran
Penerbit: Kurniaesa publishing
Dimensi: 204 hlm, cetakan kedua januari 2013
ISBN: 978 602 7618 10 7

Lima puluh satu cerita pendek yang  memiliki keterkaitan unik. Semua kata terakhir dalam cerita sebelumnya, akan menjadi judul cerita selanjutnya. Meski tidak berhubungan secara isi, tapi hal ini merupakan sesuatu yang sangat menarik, unik, dan nilai lebih buku ini. Beragam rasa diceritakan semacam sebuah perjalanan. Menemukan, mencari dan berusaha sampai pada jawaban. Dengan bahasa yang ringan, indah namun tetap bermakna dalam, penulis menyadarkan kembali pada hakikat kesejatian. Beragam analogi dari ayat kitab suci, lagu, kutipan buku atau perkataan orang terkenal, digunakan dalam menegaskan apa yang ingin disampaikan.

Sayangnya, ada banyak typo yang cukup mengganggu dalam kenikmatan membaca buku ini. Secara cover pun, saya kurang tertarik bila tak mengenal nama penulisnya. Tapi, secara isi... saya menyukai cara menulis fahd djibran. Saya juga suka membaca blog dan beragam tulisannya di facebook. Terasa lebih dekat dan nyata dalam keseharian. Saya mengapresiasi 4 dari 5 bintang.

"Cara Tuhan tidak mengabulkan sebagian doa kita adalah untuk mengabulkan doa-doa kita yang lainnya." (Hlm. 50)

"Tetapi, Adam, perempuan lebih suka diberi kepastian--bukan harapan yang setiap hari menerbitkan keraguan." (Hlm. 75)

"Nikmatilah semuanya. Sambutlah bayi-bayi yang dilahirkan. Peganglah tangan orang yang kamu sayangi. Relakan kepergian orang yang kamu cintai. Jatuhlah pada cinta dan bangunlah sebagai manusia yang berjalan di atas keyakinannya sendiri. Berlututlah pada keagungan. Bentangkanlah sayap saat seseorang menjatuhkanmu dari ketinggian--terbanglah seperti burung mencintai angin. Berjalanlah seperti seorang ayah yang menuntun putrinya. Berbahagialah seperti anak-anak. Waspadalah seperti pertama kali belajar berjalan. Dengarkanlah nyanyian angin. Jadilah air hujan yang membawa kehidupan baru bagi tanah-tanah yang kering. Jadilah matahari yang berani terbit dan siap untuk tenggelam. Jadilah seseorang yang membuat dunia jadi berbeda. Jadilah dirimu sendiri:  Kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa, sampai kita mewakili pikirab dan perasaan kita sendiri." (Hlm. 86)

"Mengapa kita tak pernah mengucapkan terima kasih pada diri kita sendiri--atas hal-hal baik, juga hal-hal buruk, yang sudah kita lakukan sejauh ini? Terima kasih telah selalu bertahan, dan telah selalu memutuskan untuk kembali berjalan... Yakinlah, kita telah dan akan selalu baik-baik saja." (Hlm. 147)

Meta morfillah

#Day22 Mati yang kuinginkan

Kalau aku harus mati hari ini, aku ingin berada di samping orang yang kusayangi dan menyayangiku.

Itulah yang sempat terpikir saat aku  dalam ambang batas sisa kekuatanku kemarin. Ya, aku terserang demam. Kelelahan yang amat sangat dan lemahnya perhatian terhadap hak tubuhku sendiri membuatku harus menuai akibatnya. Segala rencana pun buyar. Dengan sisa kekuatanku, aku memutuskan untuk pulang. Satu hal yang aku sadari, aku tidak butuh dokter. Aku butuh mama. Meski sempoyongan, dunia serasa bergoyang tiap kali aku melangkah dan gelap pekat membuatku harus berhenti sesekali. Aku tetap melanjutkan perjalanan menuju rumah. Pulang. Satu kata yang memotivasiku untuk bangkit lagi dan berjalan.

Sesak nafas yang kurasakan dan pening di kepala, serasa dihantam godam membuatku berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana jika aku mati sekarang? Belum pernah aku berpikir demikian dalam sakitku. Tapi, kali ini berbeda. Demam yang kurasa lain dari demam-demam yang pernah kualami. Di bulan ramadhan, saat yang lain sedang beribadah puasa. Aku yang sedang tidak berpuasa, justru diberikan sakit yang tidak biasa. Dalam keputusasaan karena perjalanan menuju rumah yang kurasa begitu lama, aku merapal sebuah kalimat dalam sela zikirku. Ya allah, jika aku harus mati hari ini... aku mohon agar aku berada di dekat orang yang kusayangi dan menyayangiku. Dan terlintas wajah mama di rumah.

Sesampainya di rumah, mama langsung panik melihat keadaanku yang lemas dan terduduk di depan pintu. Tak kuat lagi berjalan. Dilepaskannya semua beban yang kubawa, dibalurkannya minyak tawon agar badanku hangat, dikompresnya kepala dan mataku yang panas, dan dipijatnya aku dengan lembut hingga aku tak sadar lagi. Beragam igauan dan rintihan membuat tidurku tak nyenyak. Saat aku tersadar, kondisiku belum membaik. Nafasku masih terasa begitu berat. Mama memutuskan untuk mengerik. Menurut mama, aku masuk angin yang sudah ke dalam tulang. Harus dikerik tiga kali. Aku yang sudah tak kuasa hanya bisa pasrah. Kuterima segala upaya mama menyembuhkanku. Juga segala nasihatnya untuk menjaga diriku. Mengingatkanku tentang bagaimana mau membantu orang lain, jika menjaga diri sendiri saja tidak becus.

Seharian aku membuat mama sibuk. Sibuk mengingatkanku makan, membuatkanku makanan yang mudah dicerna, memberiku obat, mengompres kepalaku, membalurkan minyak angin dan menghangatkanku dengan air panas. Dalam ketakberdayaanku, aku berkata pada tuhan... sungguh aku belum siap mati... tapi, bila memang ini saatnya, aku akan berterima kasih, sebab kau matikanku dalam keadaan dekat dengan orang yang kusayangi dan juga menyayangiku. Bukan dalam keterasingan, kesendirian apalagi kesepian. Rasanya, mati seperti inilah yang kuinginkan. Mati dalam keadaan tersenyum menahan sakit,  namun tetap hangat dalam pelukan orang yang kusayangi dan juga menyayangiku.

Meta morfillah

#Day21 Jodoh

Akan tiba saatnya, dia sendiri atau bersama keluarganya bertamu ke rumahmu. Memberikan sebuah kepastian yang kamu tunggu-tunggu. Sebab ia sadar, bahwa bukan kedekatan yang menimbulkan harapan namun menerbitkan keraguan yang kamu butuhkan. Melainkan kepastian akan sebuah hubungan. Bahwa dengannya, semua berbeda. Tidak mau disamakan seperti teman-teman pada umumnya. Sebab ia ingin menjagamu secara purna, bukan sebatas sahabat.

Akan tiba saatnya, dia sendiri atau bersama keluarganya datang bertamu ke rumahmu. Membuat hatimu begitu luap akan kegembiraan. Hingga kata-kata seakan terpenjara dan kamu menjadi bisu seakan lupa beragam kosakata. Kegembiraan yang meluap, seringkali membuat kita menjadi kosong. Suatu hari yang selama ini kamu angankan menjelma nyata. Jantungmu deg-degan luar biasa. Seakan baru kali ini kamu melihat wajahnya. Baru kali ini kamu mengenalnya. Sebab, sekian lama kedekatan kalian tak berarti apa-apa hingga dia datang bertamu ke rumahmu. Mewujudkan sesuatu yang kamu impikan.

Akan tiba saatnya, dia sendiri atau bersama keluarganya datang bertamu ke rumahmu. Menyatakan kesiapan menjadi penjagamu di hadapan tuhan dan keluargamu. Seseorang yang kelak akan kaunamai: Jodoh.

Meta morfillah

#Day20 rahasia perasaan

Semoga tuhan mendekatkan semua rahasia perasaan pada jawabannya. (Fahd Djibran)

Ada perasaan yang kamu rahasiakan dari semua orang. Bahkan dari ibumu sendiri, yang kamu pernah menjadi satu tarikan nafas saat dalam kandungannya. Benar-benar begitu rahasia. Dalam hal ini, kamu hanya bersekongkol dengan tuhan. Hanya pada tuhan kamu ceritakan hari-hari yang kamu jalani bersama perasaan itu.

Hari-hari yang kadang manis, asam, kecut, bahkan getir. Perasaan yang begitu rahasia namun menjalar ke dalam sendi-sendi hidupmu. Perasaan yang bertanya-tanya dan menuntut sebuah jawaban. Diakah? Akankah dia? Yang namanya selalu kamu sebut dalam doamu. Ataukah dia, yang di tempat lain, tanpa kamu ketahui selalu menyebut namamu dalam doanya. Begitulah ragam rahasia perasaan. Tuhan selalu menjadi muara dan menampung segala rahasia. Maka kamu pun selalu berharap semoga Tuhan mendekatkan semua rahasia perasaan pada jawabannya. Meski mungkin jawabannya tak sesuai harapanmu.

Meta morfillah

Jumat, 19 Juni 2015

[Review buku] Perempuan pencari tuhan

Judul: Perempuan pencari tuhan
Penulis: Ade a.k.a Rindu
Penerbit: QultumMedia
Dimensi: xvi + 204 hlm, 14 x 21 cm, cetakan ketiga januari 2013
ISBN: 978 979 017 2067

Buku motivasi islam ini mengingatkan saya pada buku Menggapai Impian karya Masriyah Amva di Kompas. Tentu saja berbeda gaya bahasanya. Rindu lebih bergaya santai khas usia 20-25an. Namun bahasannya mirip, yakni tentang pengalaman keseharian penulis dan orang-orang sekitarnya, luka yang dialami, hingga metamorfosa yang didapat selama mengikuti arus kebaikan yang mendekatkan diri pada Allah.

Secara garis besar buku ini membahas tentang setan sebagai musuh abadi manusia, kehati-hatian mengelola hati, pencarian identitas mengenai siapakah aku? Pembahasan tentang hati yang kosong dan gelap, nyanyian jiwa dan telaga jiwa. Lalu membahas saat jiwa membutuhkan rumah, dengan menyediakan hati yang tenang. Itu bisa didapat dari membaca surat cinta dari allah, yakbi al qur'an, mengingat kematian sebagai koma, bukan titik. Menyikapi saat impian hancur berantakan, meyakini bahwa saya + allah = cukup, mengunduh bahagia dan menyingkap insight kun fayakun. Lalu saat allah hadir dalam bahasa cinta, penulis mengajak kita memahami hakikat cinta dan kedewasaan, patah hati, saat terasa sendiri berdiri di ujung jalan, indahnya perpisahan, berterima kasih pada luka, dan jangan menangisi yang bukan milikmu. Terakhir, saat pijakan berada di titik nol, apa yang harus dilakukan? Mendekatkan diri pada Allah, bagi wanita dengan menggunakan hijab, mempertanggungjawabkan nafas yang kita miliki, bersabar dan ikhlas tanpa tepi, melihat kematian menjadi guru kehidupan, simulasi bagaimana bila kita mengintip catatan malaikat pengawas kita, meninggalkan si dia demi DIA, dan mempercayai tangan Allah yang bekerja tanpa terlihat.

Tidak terlalu banyak hal baru yang saya dapati memang dari buku ini. Semua mainstream, namun tetap ada pembelajaran yang dapat saya ambil. Jujur, memang agak sedikit membosankan buku yang seperti ini karena penulis terasa seperti serba tahu, mendadak ustadz. Perlu suatu kondisi yang pas untuk membaca buku-buku bertipe seperti ini. Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Manusia yang terang alam kuburnya adalah manusia yang menjadikan bumi allah yang terhampar luas ini sebagai masjid baginya. Kantornya, kampusnya, tokonya, adalah mushalla yang selalu mengingatkan kepada allah. Meja kerjanya dan notebooknya adalah sumur ilmu untuk mengenal allah. Ia memfungsikan tatapan mata dan lidahnya menjadi mata dan lidah yang penuh rahmat. Ia melihat dan berkata-kata dengan kasih sayang dan kelembutan. Pikirannya senantiasa husnuzhan (berbaik sangka). Tarikan nafasnya berhias tasbih. Gerak hatinya adalah doa untuk memohon ampunan. Bicaranya bernilai dakwah. Diamnya zikir. Gerak tangannya sedekah. Langkah kakinya hanya untuk allah. Aktivitas kesibukannya adalah untuk memperbaiki diri, bukan sibuk mencari kesalahan orang lain." (Hlm. 43)

Meta morfillah

[Review buku] Aku, kau & KUA

Judul: Aku, kau & KUA
Penulis: @tweetnikah
Penerbit: Elex media komputindo
Dimensi: xxviii + 196 hlm, cetakan keempat Juli 2013 edisi revisi
ISBN: 978 602 02 1735 2

Buku yang provokatif mengajak kita segera melanggengkan hubungan ke KUA hahah...

Pembahasannya bisa ditebak, tidak jauh tentang nikah. Akun pseudonymnya aja menegaskan hal itu. Mulai dari apa saja yang harus disiapkan sebelum kita meresmikan ke KUA, seperti persiapan mental, emosi, finansial, dilengkapi beberapa pertanyaan yang detail dan cukup membantu di halaman 14, untuk menyamakan persepsi dan mengclearkan informasi dengan pasangan. Lalu berlanjut ke beragam cara menjemput jodoh, dari dunia nyata hingga dunia maya. Bahkan ada mr.z salah satu follower di @tweetnikah yang gigih mencari dari twitter dan ditampilkan dalam buku ini capture-capture usahanya. Juga penjelasan baik buruk pacaran dan ta'aruf, yang tentu saja lebih disarankan untuk ta'aruf. Berlanjut ke cara mendapat restu dari orangtua, memenangkan hati mereka dengan mempelajari karakter mereka. Hal paling penting dalam sebuah hubungan, yakni tentang komunikasi. Berlanjut lagi ke lamaran, wali nikah, mahar, dan resepsi. Beragan cerita hingga kisag nyata yang ditampilkan dalam penyelenggaraan resepsi yang murah dan di bawah sepuluh juta. Sebab yang membuat sulit adalah gengsi kita. Curhatan beragam follower @tweetnikah yang bahkan tak cukup dibalas dalam 140 karakter. Terakhir mengintip pernikahan yang sudah berjalan dan kisah yang memotivasi untuk bertahan dalam mencintai. Ditutup dengan foto-foto follower yang menikah dan berpose dengan kertas bertuliskan @tweetnikah.

Temanya memang mainstream. Tapi pengemasannya menarik, gaya bahasanya ringan dan interaktif. Serta diselingi beragam ilustrasi, capture, foto, puisi dan kisah motivasi. Salah satu puisi yang paling saya suka ada di halaman 96. Membuat saya suka dan mengapresiasi buku ini 5 dari 5 bintang.

"Membuktikan cinta adalah dengan melamar dan menikahinya dengan resmi. Dan itu dilakukan oleh laki-laki dengan mendatangi keluarga wanita yang dia cintai, bukan dengan meminta wanita menyerahkan kehormayannya untuk membuktikan cinta." (Hlm. 67)

Ingat kalimat khas pemberi harapan palsu? "Santai, lihat saja nanti. Kita jalani dulu..." Sebenarnya yang enggak dia ucapkan adalah "Kita jalani aja dulu, siapa tau sambil liat kanan kiri dapat yang lebih baik dari kamu." (Hlm. 90)

"Tapi engkau tidak mengenal aku..."
"Untuk itulah seluruh sisa hidupku. Mengenalmu..." (hlm. 112)

Meta morfillah

[Review buku] Analogi cinta berdua

Judul: Analogi cinta berdua
Penulis: Dara Prayoga
Penerbit: Bukune
Dimensi: iv + 184 hlm, 13 x 19 cm, cetakan pertama Mei 2014
ISBN: 978 6022 201267

"Orang yang jatuh cinta itu  keinginannya sederhana: berdua dalam cinta."

Dalam buku ini, oka mengajak kita menapaki lagi rasa dan fase-fase saat memulai memutuskan berdua. Mulai dari pedekate, nembak, jadian, beragam hal norak yang dilakukan saat berdua, berantem, hingga berakhir ke dua kesimpulan:

"Berdua untuk bahagia, atau berakhir terluka."

Oka menyadarkan bahwa berdua bukan berarti permasalahan akan terselesaikan. Malah, muncul masalah-masalah baru yang mungkin kondisinya akan terasa lebih buruk daripada ketika masih sendiri dulu. Belum lagi saat ada godaan dari luar. Fase saat kalian gak sejalan, lalu orang baru nampak lebih menjanjikan dibanding pasangan sekarang. Itulah yang diceritakan oka dalam buku ini, dengan mengisahkan kisah asmaranya bersama Tarisha.

Secara tampilan, pengemasannya cukup bagus. Tapi secara isi, bagi saya biasa saja. Penulis memang mencoba melucu di beberapa part, tapi hal itu sudah terlalu mainstream. Sehingga bagi saya sudah tak menarik. Mungkin jenis bacaan ini cocok untuk remaja dan kalian yang ingin membaca bacaan ringan.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Nggak ada yang tahu kalau seseorang yang pernah kita kenal di masa lalu, mungkin akan jadi 'seseorang' di masa depan. Seseorang yang berharga." (Hlm. 14)

"Sebaik-baiknya move on adalah jatuh cinta lagi." (Hlm. 16)

"Perbuatan seseorang itu seperti cermin terhadap apa yang sebenarnya dia rasakan dan butuhkan. Orang yang periang banget, kemungkinan besar dalam hatinha justru betul-betul butuh dihibur. Sama seperti orang yang mengerti. Orang yang paling mengerti sesungguhnya adalah yang paling butuh dimengerti." (Hlm. 69)

Meta morfillah

[Review buku] Norwegian wood

Judul: Norwegian wood
Penulis: Haruki murakami
Penerbit: KPG
Dimensi: iv + 550 hlm; 11.5 x 19 cm; cetakan kelima november 2009
ISBN: 978 979 9100 337

Dua belas jam saya menamatkan novel tebal ini. Meski agak lelah, tapi rasa penasaran membuat saya terus bertahan hingga akhir. Well, akhirnya saya paham kenapa teman-teman saya begitu memuji novel ini. Membacanya begitu mengalir, diksinya ringan namun sarat, sesekali saya menemukan ironi dan kekonyolan yang membuat saya tertawa, penggambaran yang tidak terlalu vulgar dan emosinya terasa ke pembaca, hingga tanpa sadar saya sudah menamatkannya. Dan ending yang tak terduga serta menimbulkan rasa penasaran saya, membuat saya membaca kembali bab pertama. Tapi tetap tidak saya temukan apa jawabannya. Berbahagiakah watanabe? Dengan siapa? Dengan midori, atau hidup sendiri?

Berawal dari lagu berjudul Norwegian wood karya beatles yang didengarnya di pesawat saat usianya 37 tahun, Toru watanabe terkenang akan gadis cinta pertamanya, Naoko, yang juga merupakan kekasih mendiang sahabatnya, Kizuki. Perlahan kenangan melintas dan cerita bergerak dengan alur mundur ke tahun 1968 saat ia berusia 20 tahun. Masa-masa ia kuliah di tokyo, terlibat kisah persahabatan yang pelik, seks bebas, beragam pemberontakan mahasiswa, nafsu hingga rasa hampa yang menggerogotinya. Beragam orang masuk dan keluar dalam hidupnya. Ada Midori, gadis dengan semangat dan keceriaan yang mengalir meski hidupnya rumit. Ada Nagasawa dan Hatsumi, pasangan yang kadang mengingatkannya pada saat kebersamaan dengan naoko dan kizuki dahulu. Ada reiko, teman sekamar naoko di rumah rehabilitasi, yang memiliki masa lalu berat namun berhasil sembuh dan bertahan hingga delapan tahun di sana. Semua memberinya warna kehidupan yang beragam di usianya yang baru 20 tahun. Hingga watanabe harus memutuskan, manakah yang akan ia pilih, masa depan dengan midori ataukah masa lalu dengan naoko.

Novel yang membuat saya agak bermuram setelah membacanya. Menyayangkan mengapa bunuh diri di negara yang disiplin seperti jepang terasa sangat biasa. Tokoh watanabe yang berusaha menjaga kesetiaannya, meski ia teyap menjalani hidup dengan caranya, dan tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Endingnya... terasa menusuk. Meski ada beberapa typo yang cukup mengganggu, saya suka dengan cerita ini. Juga penulis menunjukkan saya beberapa novel karya penulis hebat lainnya, yang memang tak asing sebab sering dipuji dalam komunitas buku. Begitulah, buku-buku bagus akan mengantarkan kepada buku-buku bagus lainnya. Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Kau anggap saja kehidupan ini sebagai kaleng biskuit. Di dalam kaleng biskuit itu ada bermacam-macam biskuit, ada yang kamu sukai, ada pula yang tak kamu suka. Dan, kalau terus memakan yang kamu suka, yang tersisa hanya yang tidak kamu suka. Setiap mengalami sesuatu yang menyedihkan aku selalu berpikir seperti itu. Kalau yang ini sudah kulewati, nanti akan datang yang menyenangkan, begitu." (Midori, hlm. 472)

"Jangan putus asa, kita urai satu per satu benang kusut yang ada di dunianya. Dalam kondisi tanpa harapan sedikit pun, pasti di situ ada jalan keluarnya. Jika di sekitar kita gelap gulita, tak ada cara lain kecuali menunggu sejenak agar mata kita terbiasa dengan kegelapan itu." (Reiko, hlm. 485)

Meta morfillah

[Review buku] Aleph

Judul: Aleph
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Dimensi: 315 hlm, 20 cm, cetakan pertama Mei 2013
ISBN: 978 979 22 946 6

"Aleph, titik di mana segala sesuatu berada di tempat serta waktu yang sama." (Hlm. 93)

Aleph adalah huruf pertama dalam bahasa ibrani dan arab. Pengertian aleph dalam buku ini sendiri adalah semacam perjalanan trans untuk mencari sebuah jawaban atas konflik yang belum selesai di masa lalu atau inkarnasi sebelumnya. Dalam buku ini, penulis menceritakan pengalaman Alephnya bersama seorang gadis bernama Hilal.

Berawal dari kejenuhan yang dirasakan penulis di usianya yang kelima puluh sembilan. Ia merasa tak ada lagi yang bisa dilakukan. Karirnya bagus, rumahnya cantik, hidupnya sangat mapan, menjalani pernikahan hampir seperempat abad dengan istri yang dicintai dan mendukungnya. Melalui pesan tersirat dari J. (Saya curiga J. yang dimaksud oleh penulis adalah jesus, tuhannya sendiri. Sebab, hingga akhir penulis tidak mengungkapkan siapa J. Misteri dan terasa terlalu bijak sebagai manusia.) yang menyarankan penulis untuk melakukan perjalanan, suatu hari saat pertemuan yang dihadiri banyak penerbit, penulis secara insting menyetujui tur beberapa negara hingga jadwalnya dua bulan ke depan mendadak padat. Awal perjalanan, sang istri sempat menemani lalu akhirnya membuat keputusan untuk membiarkan suaminya menjalani sendiri perjalanannya agar ia lebih meresapi dan menemukan apa yang ia cari. Meski ada sedikit kekhawatiran terhadap ramalan yang diucapkan seorang cenayang yang mereka temui di perjalanan. Bahwa sang suami harus berhati-hati terhadap orang Turki. Perjalanan pun berlanjut, lalu saat di moskow, penulis bertemu dengan seorang gadis muda berusia dua puluh satu tahun, pemain biola berbakat. Hanya melalui tatapan, tapi begitu membekas. Seakan mereka telah mengenal lama. Awalnya tanda itu dihiraukan ileh penulis, namun kegigihan sang gadis bernama Hilal tersebut mengusik pencarian terdalam yang sedang dilakukan oleh penulis. Siapa sangka, bahwa ternyata melalui sang gadis itulah penulis berhasil mencapai kondisi alephnya dan menemukan jawaban atas pencariannya.

Beberapa cerita, saya temukan sudah dibagikan penulis dalam bukunya "Seperti sungai yang mengalir" dan perjalanan ini sendiri mengingatkan saya pada karya penulis sebelumnya yang berjudul "Sang Alkemis". Menurut saya, buku ini begitu memiliki makna yang dalam tentang tuhan, filosofis dan agak berat. Membutuhkan fokus yang tinggi untuk mencerna makna tiap kalimatnya. Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Sekarang aku hanya butuh kau memelukku, tindakan yang sudah dikenal sejak kita mengenal kemanusiaan, tindakan yang lebih penting dari penyatuan dua tubuh. Pelukan berarti: aku tidak merasa terancam olehmu; aku bisa merasa rileks, merasa betah, merasa dilindungi dan berada dekat seseorang yang memahami aku. Konon, setiap kali kita memeluk seseorang dengan hangat, umur kita bertambah sehari." (Hlm. 196)

"Seperti Santiago, anak gembala di salah satu bukuku, kadang kau harus berkelana sampai jauh untuk menemukan apa yang sesungguhnya berada di dekatmu. Saat hujan kembali menyentuh bumi, hujan itu membawa benda-benda yang berhubungan dengan udara. Hal yang magis dan luar biasa selalu berada bersamaku dan bersama semua orang di seluruh semesta ini sepanjang waktu, namun kadang kita melupakannya dan perlu diingatkan, sekalipun kita harus melintasi benua terbesar di dunia dari ujung ke ujung. Kami membawa kembali harta karun yang mungkin akan terkubur lagi, lalu kami harus kembali berangkat mencarinya. Itulah yang membuat hidup menarik--percaya pada harta karun dan pada mukjizat." (Hlm. 292)

Meta morfillah

[Review buku] Seperti sungai yang mengalir

Judul: Seperti sungai yang mengalir
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Dimensi: xv + 303 hlm, cetakan ketiga januari 2013
ISBN: 978 979 22 8156 9

Seperti sungai yang mengalir berisi kumpulan renungan dan cerita pendek Paulo Coelho dalam hidupnya. Sebanyak 102 judul yang berkisah tentang kehidupan, kematian, cinta, takdir, pilihan, dan lainnya yang berujung pada satu kesimpulan: mencari makna kehidupan. Beberapa ada yang serius, ada yang ringan, dan hampir semuanya memiliki makna yang dalam.

Melalui buku ini pula, saya lebih mengenal sosok paulo. Bagaimana jalan hidupnya, yang penuh liku dan sempat terjebak dalam kehidupan pragmatis sebagaimana orang biasa, sebelum akhirnya menemukan panggilan jiwanya sebagai penulis dan peziarah santiago de compostela. Saya melihat rangkaian perjalanan hidup dan iman sang penulis hingga akhirnya menjadi seperti saat ini. Sosok yang menurut saya cukup religius. Berkali ia menampakkannya dalam pilihan kata "ksatria cahaya", "peziarah" dan terbuka dengan agama mana pun meski ia tetap memilih katolik.

Salah satu cerita di halaman 252 buku ini, yang berjudul 'Sepasang Permata', mengingatkan saya akan kisah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah di buku Bahagianya Merayakan Cinta karya Salim A Fillah halaman 404 yang lebih lengkap. Betapa, ada irisan yang sama antara agama yang berbeda dalam sebuah kisah. Semoga yang membaca lebih menitikberatkan pada hal positifnya, dibanding fokus pada perbedaannya.

Bagi yang menyukai buku atau kisah-kisah motivasi, buku ini begitu cocok. Sebab memang ada banyak cuplikan kisah dari berbagai agama, kebiasaan, negara, yang dituliskan di sini. Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Pada saat-saat demikian, hanya satu jalan yang bisa ditempuhnya, yakni pantang mundur. Terus berdoa, entah karena kewajiban ataupun rasa takut, atau karena alasan lainnya, yang penting teruslah berdoa. Teruskan saja, walau semua kelihatannya percuma.
Malaikat yang bertugas menerima doa Anda, sekaligus bertanggung jawab atas suka cita iman, telah pergi sejenak. Tetapi dia akan segera kembali, dan dia hanya akan bisa menemukan Anda kalau dia mendengar doa atau permintaan yang terucap dari mulut Anda." (Hlm. 160)

"Kita semua memulai perjalanan bersama-sama, berbagi persahabatan dan kegembiraan; namun lambat laun kebahagiaan yang mula-mula itu berganti menjadi tantangan-tantangan yang berat: rasa capek, bosan, kebimbangan-kebimbangan mengenai kemampuan-kemampuan kita. Kita perhatikan beberapa orang teman sudah menyerah di dalam hati. Mereka masih mengayuh sepeda, lebih karena mereka tidak bisa berhenti begitu saja di tengah jalan. Dan jumlah mereka semakin banyak, mengayuh di samping kendaraan pendukung--namanya adalah rutinitas--mengobrol di antara mereka sendiri, memenuhi kewajiban-kewajiban mereka, namun tidak lagi membuka mata akan segala keindahan serta tantangan-tantangan di jalan." (Hlm. 242)

"Kadang-kadang, bila kesepian telah merenggutkan semua keindahan, satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan tetap membuka diri." (Hlm. 289)

Meta morfillah

[Review buku] Dunia Kafka

Judul: Dunia Kafka
Penulis: Haruki murakami
Penerbit: Pustaka Alvabet
Dimensi: 608 hlm; 12.5 x 20 cm; cetakan I juni 2011
ISBN: 978 602 9193 03 9

Buku ini mengisahkan tentang dua plot dan sudut pandang yang berbeda. Plot pertama berkisah tentang Kafka Tamura dengan sudut pandang orang pertama "aku", remaja lelaki berusia lima belas tahun yang kabur dari rumahnya di Nakano, demi menghindari kutukan ayahnya dan mencari ibu serta kakak perempuannya. Dalam pelariannya, ia menemukan tempat penampungan yang tenang di sebuah perpustakaan pribadi di Takamatsu. Kafka menghabiskan waktunya dengan membaca buku dan melatih fisiknya di pusat kebugaran. Hingga suatu hari ia dicari oleh polisi terkait kematian ayahnya. Ia pun bersembunyi di perpustakaan dengan izin Nona Saeki dan menjadi asisten Oshima.

Plot kedua berkisah tentang Satoru Nakata dengan sudut pandang orang ketiga, lelaki tua yang dapat berbicara dengan kucing dan bekerja paruh waktu dengan mencari kucing yang hilang. Pada suatu kasus, demi membawa kembali seekor kucing yang hilang, ia terpaksa membunuh seorang pria misterius. Kasus ini membuatnya harus pergi dari rumahnya dan menyelesaikan sebuah misi. Ia yang tak dapat membaca dan menulis disebabkan sebuah kecelakaan saat ia berusia sembilan tahun, terbantu oleh kehadiran seorang supir truk bernama Hoshino. Pelariannya pun membawanya ke kota yang sama dengan kafka. Nakata dan kafka memang berbeda dunia, tapi di alam metafisik keduanya saling terhubung dan begitu pula yang terjadi dalam realitas sesungguhnya.

Dengan kutukan Oedipus complexs yang menjadi inti cerita, novel ini menyuguhkan tentang pencariam identitas, tragedi, takdir, dan pergulatan hidup. Meskipun begitu gaya bahasanya ringan dan menghibur. Di beberapa part tetap saja ada adegan dewasa namun dikemas dengan bahasa yang menurut saya tidak terlalu vulgar.

Kesan pertama saat melihat sampul buku ini begitu menggoda dan membuat saya ingin cepat membacanya. Mengapa? Karena ilustrasi dan warna judulnya mengesankan genre yang saya sukai: thriller, kriminal. Namun saat membuka isinya, agak sedikit kecewa dengan fontnya yang agak rapat dan kecil, serta marginnya yang begitu mepet membuat mata mengantuk tiap kali membaca.

Namun secara isi, saya jatuh cinta. Surealis, thriller dan teka-tekinya begitu menarik dan membuat saya bertahan untuk menyelesaikannya dengan cepat. Hingga ending pun, saya tetap dibuatnya penasaran dan memiliko beragam pertanyaan, seperti tentang ayah kafka, apa yang sebenarnya dianutnya? Apakah ia mato? Lalu perihal kejadian di yamanashi, apa yang sebenarnya terjadi? Apa kaitannya dengan nakata dan mengapa ia yang dipilih? Kecenderungan yang saya lihat adalah murakami suka sekali membuat tokoh utamanya adalah pecinta buku, gemar membaca, juga mengerti musik klasik dan drama yunani. Seperti di Norwegian wood, saya menemukan kisah Euripides dan Aeschylus. Membuat saya penasaran sekali dengan kisah aslinya. Membaca karyanya selalu membuat saya ingin membaca buku-buku yang disebutkan di dalamnya, juga mendengarkan musik yang disebutkan. Saya suka sekali dengan gaya murakami, dan mungkin novel inilah yang lebih saya sukai daripada norwegian wood yang saya baca sebelumnya.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Kafka, dalam kehidupan setiap manusia, ada suatu titik di mana dia tidak dapat kembali lagi. Dan pada beberapa kasus, itu berarti suatu titik di mana kau tidak dapat maju lagi. Ketika kita tiba pada titik itu, yang dapat kita lakukan hanyalah menerima kenyataan. Dengan cara seperti itulah kita dapat bertahan." (Oshima, hlm. 206)

Meta morfillah

Kamis, 18 Juni 2015

#Day19 Usaha dan doa

Teruslah berusaha, sebab kita tak pernah tahu pada usaha keberapa kita akan berhasil.
Teruslah berdoa, sebab kita tak pernah tahu pada doa yang mana Tuhan akan mengabulkan.

Sore kemarin, ada sebuah chat personal di whatsapp dari nomor tak dikenal. Ternyata itu adalah chat dari pimpinan pusdiklat perpusnas tempat penelitian skripsi saya di tahun 2012. Sudah lama sekali saya dan beliau tak berkomunikasi, karena ponsel saya hilang dan nomor beliau pun ikut hilang. Saya gembira sekali saat beliau menyapa, sebab beliau orang yang sangat baik dan begitu excited terhadap skripsi saya. Apresiasi beliau sangat tinggi. Membuat saya merasa air mata yang tumpah, malam-malam begadang, hingga segala kesulitan yang saya rasakan saat membuat skripsi cukup terobati.

Dalam chat itu, beliau menanyakan kabar saya dan to the point menginformasikan bahwa perpusnas membuka lowongan. Beliau menyuruh saya segera memasukkan lamaran ke sana, meski beliau tidak menjanjikan akan diterima. Beliau mendoakan saya semoga diterima untuk tahun ini atau tahun depan. Saya mengiyakan dengan pasti. Dulu, sehabis lulus pun beliau merekomendasikan saya untuk bekerja di pusdiklat perpusnas. Beliau bilang, beliau suka skripsi dan cara kerja saya. Tapi, saat itu perpusnas belum membuka lowongan dan infonya harus menunggu keputusan MENPAN. Maka saya pun bekerja di tempat lain.

Poin yang ingin saya tekankan adalah bukan tentang pekerjaan. Tidak diterima pun bagi saya tak mengapa. Hanya saja, ada beberapa hal yang membuat saya kembali belajar. Pernah dengar kalimat "Tiap kali kamu merasa beruntung, mungkin itu adalah berkat doa ibumu."?

Saya merasakan hal itu. Betapa Allah menggerakkan hati makhluknya, bapak pimpinan itu, untuk mengingat kembali saya, mahasiswa yang hanya beberapa waktu meminta bantuannya. Siapalah saya? Kontak yang terputus sekian tahun, tiba-tiba tersambung kembali. Siapakah tangan tak kasat mata yang menyambungkannya? Saya merasa bahwa tangan Allah sedang bekerja, menyambungkan tali yang terputus. Dan itu bukan karena upaya saya. Saya yakin ada doa-doa yang bekerja di baliknya. Doa yang serupa benang fibrinogen, menjahit segala yang putus. Doa itu besar kemungkinan adalah doa mama saya, meski tak saya abaikan bisa saja doa orang-orang lain yang menyayangi saya.

Selain itu, perasaan diingat oleh seseorang yang menurut saya cukup bereputasi tinggi, menimbulkan kebanggaan dan haru pada diri saya yang bukan siapa-siapa. Maka saya bayangkan kembali, bagaimanakah rasanya bila diingat oleh Allah, sang maha raja di saat hari akhir nanti. Mungkin bisa mati lagi, saking senangnya. Yaa... bahwa ingatan manusia terbatas, maka saat diingat seseorang, terlebih didoakan, menurut saya adalah hadiah terindah. Jauh lebih indah dibandingkan benda lainnya. Mereka menyisihkan waktu, pikiran mereka untuk mengingat kita.

Terakhir, mengingatkan saya akan usaha saat skripsi. Betapa bagi saya waktu tersulit adalah saat bapak meninggal dan saat skripsi. Sejauh ini... itulah yang begitu saya ingat. Momen di mana saya banyak menangis sendirian di malam hari. Momen di mana, pada dua kejadian itu, saya tak tahan menumpahkan air mata seketika di hadapan mama saya, sebab begitu lelah dan merasa tak berdaya. Tapi, tetap saja saya harus berusaha menghadapinya. Berdoa agar diberi penyelesaian. Yaa... di sinilah sangat terasa perbedaan sebuah karya yang dibuat dengan upaya yang besar. Mungkin, saya memang sudah lupa sebagian isi skripsi saya. Tapi, saya tak pernah lupa konteks saat pembuatannya. Sebuah karya yang dibuat sepenuh hati dan diupayakan dalam kejujuran ternyata akan selalu berkesan pada hati lain. Seperti saat ini. Manalah saya pernah menyangka ada orang yang mengapresiasi skripsi saya sedemikian rupa. Ingat sampai bertahun-tahun dan menjadi jembatan beliau untuk mengingat saya. Inilah yang membuat saya kadang cerewet kepada adik-adik yang belum menyelesaikan skripsinya. Agar mereka tetap berusaha menyelesaikan, tapi tetap jujur. Bahkan meski mereka pada akhirnya harus kompre, saya lebih menghargai bila dibuat dengan jujur. Sebab, bukan isi skripsi yang menurut saya penting sekali. Melainkan proses saat pembuatannya. Di mana kita ditempa harus pandai mengelola waktu, sumber daya, bernegosiasi dengan beragam pihak, memenangkan hati serta emosi dosen dan pihak terkait, dan kemampuan soft skills lainnya. Selesaikanlah apa yang kaumulai. Meski sulit. Meski berat. Bukan untuk siapa-siapa. Melainkan untuk dirimu sendiri. Lalu, pelajari kembali perjalanannya... ambil maknanya, dan jadikan pengingat setiap kali kamu dihadapkan sesuatu yang menurutmu sulit.

Meta morfillah